Sejarah Tari Topeng Cirebon

Sejarah Tari Topeng Cirebon Yang Perlu Diketahui

     Tari Topeng Cirebon merupakan salah satu seni tari yang terkenal di Jawa Barat. Tarian ini merupakan gambaran budaya yang menjelaskan sisi lain dari setiap diri manusia. Hingga saat ini, Tari Topeng Cirebon sering di tampilkan di acara-acara besar, seperti acara pernikahan dan pertunjukkan lainnya. Namun tidak banyak orang mengetahui Sejarah Tari Topeng Cirebon. Mungkin artikel ini akan menambah wawasan kalian yang membaca.

Sejarah Tari Topeng Cirebon

     Tari Topeng Cirebon adalah salah satu kesenian yang populer di kawasan Parahyangan, tepatnya di daerah Ciamis. Tasikmalaya, Garut, Sumedang, Cianjur, dan Bandung. Selain daerah-daerah tersebut, biasanya Topeng Cirebon juga dipentaskan di daerah Indramayu, Jatibarang, Subang, Losari, dan Brebes. Konon, tarian sejenis sudah berkembang di Jawa Timur pada rentang abad 10 hingga 16 Masehi. Pada masa Kerajaan Jenggala di bawah pemerintahan Prabu Amiluhur atau Prabu Panji Dewa, kesenian tersebut mulai masuk ke Cirebon melalui perantaraan seniman jalanan.

Sejarah tari topeng di Cirebon juga ada hubungan dengan penyebaran agama Islam. Kota Cirebon merupakan salah satu pintu masuk penyebaran agama Islam di Pulau Jawa. Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) adalah tokoh yang berperan penting dalam penyebaran agama Islam dan tari topeng di Cirebon. Pada tahun 1470-an, Sunan Gunung Jati bekerja sama dengan Sunan Kalijaga dalam upaya penyebaran Islam di Pulau Jawa. Kala itu, kedua Sunan tersebut memfungsikan Tari Topeng sebagai media penyebaran Islam sekaligus tontonan di lingkungan Kesultanan Cirebon. Selain Tari Topeng, ada beberapa jenis kesenian lain yang juga di gunakan untuk mendukung penyebaran agama Islam, yaitu Angklung, Reog, Wayang Kulit, Gamelan Renteng, Brai, danBerokan.


Ketika Sunan Gunung Jati berkuasa di Kesultanan Cirebon pada tahun 1479, kesultanan tersebut diserang oleh Pangeran Welang dari Karawang. Sang Pangeran sangat sakti dan memiliki sebilah pedang bernama Curug Sewu. Sunan Gunung Jati tak mampu mengalahkan Pangeran Welang walaupun sudah di bantu oleh Sunan Kalijaga dan Pangeran Cakrabuana. Akhirnya, Sunan Gunung Jati menempuh jalan diplomasi kesenian untuk menghadapi Pangeran Welang.

Keputusan diplomasi tersebut adalah awal terbentuknya kelompok tari Nyi Mas Gandasari. Tarian yang di bawakan kelompok Nyi Mas Gandasari membuat Pangeran Welang jatuh cinta bahkan rela menyerahkan Curug Sewu. Penyerahan senjata tersebut membuat kesaktian Pangeran Welang hilang. Sang pangeran pun memutuskan untuk mengabdikan hidupnya bagi Sunan Gunung Jati di tandai dengan pergantian nama, yaitu Pangeran Graksan. Seiring dengan berjalannya waktu, Tari Topeng Cirebon berkembang menjadi kesenian populer yang disajikan dengan ketentuan spesifik.

Filosofi di Balik Tari Topeng Cirebon

Tari Topeng bukanlah tarani yang semata – mata untuk pertunjukkan. Namun, terdapat makna yang terkandung dalam tari topeng itu sendiri. Berikut adalah Filosofi dari Tari Topeng Cirebon :

Makrifat: tingkat tertinggi kehidupan manusia yang perilakunya sudah sesuai dengan syariat agama.

Hakikat: gambaran manusia berilmu yang memahami hak seorang hamba dan hak Sang Pencipta.

Tarekat: gambaran manusia yang menjalankan agama dalam perilaku hidupnya sehari-hari.

Syariat: gambaran manusia yang baru mulai mengenal ajaran Islam.

Filosofi Tari Topeng Cirebon menggambarkan aspek kehidupan yang sangat luas, mencakup kepribadian, cinta, angkara murka, kepemimpinan, serta perjalanan hidup manusia dari lahir hingga dewasa.

Mungkin segitu saja artikel kali ini, semoga dapat bermanfaat dan bisa menambah wawasan kalian mengenai kebudayaan Cirebon, khususnya Tari Topeng yang harus terus di lestarikan agar tidak punah dan hilang keberadaannya karena adanya arus globalisasi yang sangat deras. Terimakasih.